Telp/Fax : 0343-421466 sman1kotapasuruan@gmail.com

“THHK RIWAYATMU KINI: JEJAK SEKOLAH TIONGHOA DI KOTA PASURUAN”

Bagus Amrulloh Eri Pradana, S.Pd (SMAN 1 Pasuruan)

Jl. Ir Soekarno Hatta 40 Kota Pasuruan

bapradana2@gmail.com

Senorita : dalam percakapan bisa tenggelam namun dalam tulisan muncul keabadian

 Abstrak : Banyak masyarakat Kota Pasuruan yang tidak tahu bahwa SMAN 1 Pasuruan mengandung nilai-nilai cagar budaya, sehingga penulisan ini diharapkan memberikan informasi sejarah SMAN 1 Pasuruan yang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan orang-orang Tionghoa di Kota Pasuruan. Lokasi SMAN 1 Pasuruan sendiri berada disekitar bangunan cagar budaya seperti Gedung Wolu, Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur) 10, Hotel Darussalam dan Klenteng Tjoe Tik Kiong. Klenteng Tjoe Tik Kiong memiliki hubungan dengan SMAN 1 Pasuruan berupa sebelum menjadi SMAN 1 Pasuruan merupakan bangunan sekolah Tionghoa dengan nama THHK (Tiong Hoa Hwee Kwan) dengan mata pelajaran masih berfokus budaya Tionghoa. King You Wei merupakan tokoh Tionghoa yang mengundang para perantauan Tionghoa di Pasuruan untuk mendirikan lembaga pendidikan hingga mengundang guru untuk mengajar kebudayaan Tionghoa. Realisasi dari King You Wei adalah berdirinya THHK (Tiong Hoa Hwee Kwan/Perkumpulan Orang-Orang Tionghoa) dengan resmi berdiri pada tanggal 3 Mei 1904 dan membuat Han Roo Tong diangkat menjadi Ketua THHK pada tahun 1919. Perubahan dari nama THHK menjadi SMAN 1 Pasuruan terjadi pada tanggal 1 Agustus 1958 (HUT SMAN 1 Pasuruan) seiring dengan kondisi perpolitikan nasional dengan catatan SMAN 1 Pasuruan melanjutkan semangat pendidikan pada THHK sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa SMAN 1 Pasuruan memiliki nilai-nilai cagar budaya yang layak dilestarikan sebagai ingatan kolektif masyarakat Tionghoa di Kota Pasuruan dalam hal kependidikan.

Kata kunci : THHK, Pasuruan, Tionghoa

 PENDAHULUAN

Kota Pasuruan dikenal memiliki beberapa bangunan cagar budaya yang memiliki nilai-nilai kesejarahan yang patut dilestarikan. Kota Pasuruan berdasarkan catatan kolonial Belanda dibentuk pada 20 Juni 1918, berdasar Staatsblad 1918 No.320 berbentuk Kota Praja ( Gemeente) dengan dipimpin Walikota H.J Dimos. Konsep munculnya kota berkaitan dengan orang Belanda yang tidak ingin berada pada pengaturan Bupati. Pasuruan memiliki potensi ekonomi yang diperhitungkan membuat Kota Pasuruan memiliki banyak komposisi penduduk yang multikultur, salah satunya adalah masyarakat Tionghoa.

Keberadaan masyarakat Tionghoa dibuktikan dengan adanya Klenteng Tjoe Tik Kiong yang sekarang digunakan sebagai tempat ibadah Tridharma (Buddha, Konghucu dan Tao). Klenteng Tjoe Tik Kiong saat ini menjadi cagar budaya Kota Pasuruan yang disekitarnya juga terdapat beberapa bangunan cagar budaya, seperti Gedung Wolu, Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur) 10 Pasuruan, Rumah Singa dan SMAN 1 Pasuruan. Beberapa bangunan tersebut berada dalam lokasi saling berdekatan dan juga memiliki hubungan sejarah.

Klenteng Tjoe Tik Kiong sendiri memiliki hubungan dengan SMAN 1 Pasuruan sebagai lembaga pendidikan yang memiliki usia tua. Lokasi antara Klenteng Tjoe Tik Kiong dengan SMAN 1 Pasuruan juga berdekatan dengan sisi selatan Klenteng. Profil SMAN 1 Pasuruan sendiri sebagai sekolah favorit yang ada di Pasuruan merupakan sekolah berusia tua dengan beberapa bangunan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Sebuah hal yang menarik apabila tempat profesi penulis merupakan bangunan tua dengan nilai-nilai cagar budaya yang memiliki hubungan dengan bangunan lain yang saling berdekatan.

Diharapkan dengan karya tulis ini, pembaca mengetahui keberadaan bangunan bersejarah yang saling memiliki hubungan di Kota Pasuruan dan menjadi ingatan kolektif masyarakat bahwasanya Kota Pasuruan merupakan wilayah yang multikultur dengan memiliki komposisi penduduk yang beragam.

PEMBAHASAN

Kota Pasuruan memiliki sejarah panjang dengan penamaan yang beragam. Terdapat beberapa penyebutan Kota Pasuruan pada zaman dahulu, seperti Paravan bagi Sir Thomas Stanford Raffles (Inggris) dan Yanwang atau Basuluan bagi kalangan masyarakat Tionghoa. Kota Pasuruan memiliki akses pelabuhan yang membuatnya memiliki komposisi penduduk yang beragam, termasuk adanya masyarakat Tionghoa. Masyarakat Tionghoa sendiri terbagi menjadi dua, yaitu  Totok dan Baba (atau Peranakan). Istilah  Baba (atau Peranakan) merujuk pada masyarakat Tionghoa yang telah bercampur dengan budaya tradisi setempat, sementara  Totok merujuk kepada masyarakat Tionghoa asli yang masih mempertahankan bahasa Tionghoa dan segala adat-istiadat layaknya di negeri Tiongkok. Dalam hal ini THHK lebih didominasi Baba (kelak golongan Totok lebih banyak di lembaga pendidikan Pancasila). Masyarakat Tionghoa yang ada di Nusantara pada akhirnya juga memberlakukan kehidupan sehari-hari sebagaimana layaknya kaum priyayi di Jawa. Misalnya adalah dengan menyebut tuanya dengan sebutan ndoro nyo (ndoro sinyo untuk laki-laki) dan ndoro non (ndoro nonik untuk perempuan). Bahkan masyarakat Tionghoa juga mengoleksi benda-benda seni Jawa seperti keris, wayang, gamelan dan sebagainya. Jumlah masyarakat Tionghoa di Jawa abad 19 mencapai kurang lebih 280.000 .

Kawasan Tionghoa yang berada pada sisi utara Kota Pasuruan terbentuk seiring kedatangan masyarakat Tionghoa di kota tersebut . Berdirinya Klenteng Tjoe Tik Kiong yang berlokasi saat ini di Jl. Lombok 7 Panggungrejo Kota Pasuruan mempertegas akan hal ini. Klenteng adalah tempat ibadah bagi masyarakat Tionghoa yang di dalamnya memiliki nilai-nilai filosofis. Hal ini terlihat dari keberadaan Klenteng Tjoe Tik Kiong yang berada pada sisi utara dekat dengan akses pelabuhan dan memuja Dewi Mak Co (dewi kelautan) sebagai dewi yang dihormati bagi para pelayar Tionghoa ke Nusantara. Klenteng Tjoe Tik Kiong diyakini berdasarkan koin didinding Klenteng dibangun pada abad 17 semasa Kaisar Sunzi di Tiongkok.Berada pada titik pertigaan diyakini sebagai tempat yang terbuka pada orang (Hong Shui)

Kedatangan masyarakat Tioghoa di Kota Pasuruan akhirnya membuat pemerintah kolonial Belanda membuat sistem adimistrasi wijkenstelsel, yaitu ditetapkan kewajiban area bermukim bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pasuruan yang berada pada sisi utara hingga dikenal sebagai kawasan Pecinan. Namun aturan ini dicabut pada tahun 1910-an sehingga banyak warga Tionghoa yang tidak hanya bermukim pada sisi utara Pasuruan. Kedua adalah diangkatnya jabatan  Kapitein untuk kepanjangan tangan pemerintah kolonial Belanda dalam menangani masyarakat Tionghoa di Kota Pasuruan. Pada waktu itu masyarakat Kota Pasuruan begitu beragam mulai dari Jawa, Madura, Tionghoa dan Arab. Masyarakat Tionghoa semakin lama memikirkan kehidupan warga perantauan Tionghoa (Hoakiau) agar tetap menjaga tradisi dan adat istiadat asli warisan para leluhur mereka.

Berikutnya Kang  You Wei menangkap keinginan tersebut dengan bekerja sama dengan pihak Klenteng Tjoe Tik Kiong untuk mendirikan lembaga pendidikan dengan mengajarkan segala hal budaya Tionghoa bagi para Hoakian. Menarik bahwa  Kang You Wei merupakan tokoh reformis di Cina berkaitan kondisi yang terjadi pergolakan di Cina pada masa dinasti Qing (1664-1911). Kedatangan Kang You Wei pada tahun 1903 selanjutnya dengan harapan ingin tetap mempertahankan budaya Tiongkok bagi para Hoakian maka dibentuklah THHK (Tiong Hoa Hwee Kwan / Perkumpulan Orang Tionghoa). THHK Pasuruan resmi dibentuk pada tanggal 3 Mei 1904.

Sebenarnya tidak hanya Pasuruan saja yang terdapat sekolah THHK, beberapa daerah lain dengan komposisi masyarakat Tionghoa yang banyak juga memiliki THHK. Perlu diketauhi ada sebagian masyarakat Tionghoa di Pasuruan memiliki tradisi layaknya di negeri Tiongkok seperti pengecilan kaki bagi masyarakat perempuan dan model ikat rambut khusus bagi laki-laki. Dalam THHK sendiri pada awalnya masih berada pada level sekolah setingkat SD & SMP, manakala bila ingin lanjut jenjang ke SMA banyak yang meneruskan ke Malang atau Surabaya seperti misalnya Sekolah Ma Chung di Malang.

Pada awalnya kegiatan pendidikan berada di Klenteng Tjoe Tik Kiong dengan mengundang para guru dan kedatangan murid yang antusias belajar. Berikutnya Han Hoo Tong terpilih menjadi ketua THHK pertama dan mengosongkan rumahnya yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan aktivitasnya. Pemindahan pada tahun 1919 dari Klenteng Tjoe Tik Kiong ke rumah Han Roo Hoo Tong (pindah sebanyak tiga kali dengan terakhirdi lokasi yang saat ini Jl. Ir Soekarno Hatta 40 lokasi SMAN 1 Pasuruan sekarang) menjadi tanda bahwasanya semakin banyak murid yang antusias belajar mengingat berdasarkan catatan Tombe (1803) pengelana Portugis bahwa 1/3 penduduk Kota Pasuruan adalah masyarakat Tionghoa yang dalam hal pewarisan dahan hal-hal khusus lainya diatur secara tersendiri. Kelak atas dasar itulah muncul istilah  Kapitein dan Luitenant yang ditunjuk oleh pemerintah kolonial atas dasar kekayaan dan kewibawaan.

Menarik adalah rumah waris Han Hoo Tong berada tepat disebelah timur SMAN 1 Pasuruan dan marga Han dikenal sebagai konglomerat di Pasuruan pada zamanya dengan memiliki lahan yang luas. Diyakini aset saat zamanya memiliki luas tanah dari SMAN 1 Pasuruan sekarang hingga Jalan Belitung dengan diperkirakan 1 hektar. Han Hoo Tong dikenal dengan kekayaan yang melimpah dalam tanah yang luas berkat usaha dalam sektor gula. Selain marga Han, tedapat marga Kwee yang juga dikenal sebagai konglomerat di Kota Pasuruan. Salah satunya adalah Kwee Sik Poo pemilik Hotel Darussalam (saat ini dimiliki keluarga Thalib). Pada tahun 1930 kegiatan pendidikan diperbaiki dan administrasi ditata lebih baik, hal ini menunjukkan semangat masyarat Tionghoa agar tidak kehilangan jati dirinya. Lapangan basket yang ada di SMAN 1 Pasuruan pada waktu itu adalah satu-satunya hiburan yang ramai bagi murid THHK dan semakin ramai apabila ada pertandingan basket diluar kota. Kegiatan pengajaran pada awalnya berfokus pada filsafat Konfusius dan berkembang dengan ilmu lainya. Selain itu dalam THHK juga terdapat Dewan Penasihat yang juga berperan dalam keberlangsungan THHK, salah satunya adalah Kwee Khoen Ling (ayah pemilik Rumah Singa).

Bentuk gapura pintu masuk SMAN 1 Pasuruan masih memperlihatkan bentuk asli sebagai pertanda bahwa SMAN 1 Pasuruan memiliki usia yang tua. Akses SMAN 1 Pasuruan berada di Jalan Raya Pantai Utara Jawa (Pantura) atau Great Post Weg yang merupakan akses penting penghubung daerah di Jawa yang dibangun pada masa Herman William Daendles (1808-1811). Great Post Weg dibangun Daendles dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Situbondo) dengan tujuan pertahanan menangkal serangan Inggris.

Memasuki periode zaman Jepang (1942-1945) sebagai taktik blietzkierg Jepang dalam Perang Asia Timur Raya hingga Jepang menguasai Indonesia membuat kegiatan THHK berhenti. Bahkan pemimpin THHK saat itu ditangkap dan diasingkan ke Cimahi di antaranya adalah Han Tiauw Hing, Liem Ngo Khan dan Tjioe Bing Tjay. Di negeri Tiongkok, Jepang menjadi musuh karena keberhasilan Jepang menguasai Tiongkok. Jepang memperkenalkan sistem pendidikan baru bersifat militer sebagai tenaga pembantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya sehingga hal ini membuat kegiatan THHK berhenti. Jepang memperkenalkan pendidikan baru seperti Seikerei, Taisho dan Bushido serta tak lupa menanm pohon jarak mengingat sistem ekonomi perang Jepang yang dijalankan. Kecamatan Rangge menjadi tempat banyak para orang Tionghoa melarikan diri dari kejaran tentara Jepang. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama karena Jepang semakin lama semakin terdesak dan THHK dapat menjalankan kegiatan pendidikan kembali seiring terjadinya Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945 dan Jepang meninggalkan Indonesia. Tercatat pada tahun 1950 sekolah memiliki 483 murid. Berdasarkan arsip SMAN 1 Pasuruan dengan adanya raport pada tahun 1958-1959 beberapa pelajaran yang diantaranya : pendidikan agama, pendidikan jasmani, sedjarah, bumi alam & falak, menggambar mistar, ekonomi tatanegara & kewarganegaraan, bahasa inggris, bahasa jerman, sastra Indonesia, ilmu hayat, kimia, alam, mekanika, ukur sudut, ukur ruang, ukur melukis, kimia, mekanika, aljabar dan aritmatika.

Memasuki periode kemerdekaan oleh Presiden Soekarno mengeluarkan beberapa kebijakan yang memicu dampak pada kondisi sosial masyarakat. Terlihat beberapa kebijakan seperti menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1958 yang berisi melarang Warga Negara Asing (WNA) Tionghoa untuk berdagang eceran di luar ibukota negara dan ibukota provinsi atau ibukota kabupaten. Dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1958 yang sebelumnya diawali UU.No 3 1946 dengan sistem pasif dengan diberi kesempatan sampai 1947, apabila warga Tionghoa ingin menjadi warga negara Cina masih bisa dikabulkan dan tentang kewarganegaraan dengan menganut sistem pasif bahkan diratifikasi bersama dengan pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC). Khusus UU no 3 Tahun 1946 ini berdampak adanya migrasi ke inti kota mengingat tidak diperbolehkan berdagang dipedesaan dan banyak diantaranya yang menginap disanak saudara antar masyarakat Tionghoa.

Peraturan tersebut membuat pengurus THHK memiliki bidang usaha yang diharapkan dapat memberi pemasukan dan keberlangsungan aktivitas pendidikan, diantaranya dengan mendirikan perusahaan bioskop Chung Hua Teater yang lebih dikenal dengan nama Bioskop Kumala. Kebijakan tersebut membuat begitu besar dampak yang dirasakan masyarakat Tionghoa tidak terkecuali THHK. Pada awalnya gedung tersbut berfungs sebagai bioskop, lambat laun dikembangkan menjadi tempat perkawinan dengan harapan dapat memberi pemasukan.

Dalam tanda kutip hal ini menimbulkan dampak sosial berupa munculnya suara nasionalisasi yang muncul di daerah dan semakin berkembang ketika Presiden Soeharto berkuasa. Akibat dari hal tersebut adalah perubahan dari THHK menjadi SMAN 1 Pasuruan pada tanggal 1 Agutus 1958 saat Menteri Pendidikan Prijono. Perlu diketahui bahwa pada awalnya SMAN 1 Pasuruan dikenal dengan nama SMA Poncol hingga pada akhirnya berpindah ke bangunan gedung THHK dean melanjutkan sistem kependidikan di THHK tentu dengan peraturan pendidikan yang berlaku waktu itu. Sampai dengan saat ini setiap tanggal 1 Agutus 1958 diperingati sebagai HUT SMAN 1 Pasuruan. Menjadi catatan bahwa 1958 adalah status alumni yang lulus sehingga atas perhitungan itu 1 Agustus 1958 diperingati sebagai HUT SMAN 1 Pasuruan.

SIMPULAN & SARAN

SMAN 1 Pasuruan memiliki usia yang tua dan sampai saat ini masih meerupakan lembaga pendidikan yang prestise dimata masyarakat Kota Pasuruan. Diawali dari para perantauan Tionghoa yang menetap di Pasuruan hingga mendirikan Klenteng Tjoe Tik Kiong dan kedatangan  Kang You Wei dengan maksud agar kedatangan Tionghoa di Pasuruan tidak kehilangan jati diri budayanya, maka dibentuklah THHK (Tiong Hoa Hwee Kwan). THHK semakin lama semakin berkembang hingga kegiatan pengajaran dilaksanakan diawalnya di Klenteng (lokasi saat ini Jalan Lombok 7 Kota Pasuruan) kemudian berpindah ke lahan Han Hoo Tong.

Han Hoo Tong diangkat sebagai ketua THHK pertama dan memperbaiki administrasi sekolah demi memberikan pendidikan yang terbaik. Wujud nyata hal tersebut dilakukan dengan memindah lokasi THHK ke saat ini di lokasi SMAN 1 Pasuruan (Jl. Ir Soekarno Hatta 40 Pasuruan). Lokasi akses ini berada pada Jalan Raya Pantai Utara Jawa (Pantura) sebagai akses penting sampai dengan saat ini. Memasuki periode zaman Jepang meningat Jepang berambisi menjadi penguasa Asia maka Jepang menginvansi Cina termasuk Indonesia hingga THHK di nonaktifkan dan diganti dengan sistem pendidikan Jepang seperti Taiso, Seikerei, Bushido dan sebagainya. Hingga memasuki periode kemerdekaan THHK dapat aktif kembali dan berikutnya disesuaikan dengan kondisi perpolitikan nasional terjadi peralihan dari THHK ke SMAN 1 Pasuruan. Waktu itu pemerintah gencar dalam program pemberantasan buta huruf sebagai negara baru berdiri dan pada tanggal 1 Agustus 1958 THHK beralih menjadi SMAN 1 Pasuruan. Perlu dicatat penulis merasa SMAN 1 Pasuruan lebih tua dari tahun 1958, karena pada tahun 1956 terdapat siswa kelas X dan menjadi lulusan pertama ditahun 1958. Waktu itu sebelumnya bernama SMA Negeri Pasuruan mengingat satu-satunya sekolah negeri jenjang SMA dan kelak terdapat banyak disusul sekolah SMA negeri yang selanjutnya. Saat ini SMAN 1 Pasuruan masih berlokasi di Jalan Ir Soekarno Hatta 40 Pasuruan dan memiliki program IPA & IPS serta beberapa prestasi yang membanggakan.

Berbekal sekolah tua dan favorit di Pasuruan akan sangat layak apabila penulisan sejarah di SMAN 1 Pasuruan dapat dibukukan mengingat Pasuruan sendiri memiliki beberapa bangunan cagar budaya yang ternyata ada yang saling berkaitan dan perlu mendapat ulasan lebih lanjut. Oleh karena itu, besar harapan agar suatu saat kegiatan penelitian THHK menjadi perlu diperluas agar semakin banyak informasi yang didapat tentang masa lalu SMAN 1 Pasuruan. Terdapat informasi bahwa ada hubungan THHK dengan sebutan sekolah Poncol karena pada waktu itu berlokasi di daerah Poncol Kota Pasuruan. Sampai saat ini sejatinya penulis masih mencari data-data yang dibutuhkan dalam membuka lembaran sejarah SMAN 1 Pasuruan. Selain itu penulis juga berharap dengan adanya penulisan ini membuat keharmonisan dalam Kota Pasuruan semakin terjaga dengan baik mengingat bahwa Indonesia memilkki beranekaragam hal yang semuanya dapat berdampingan secara harmonis.

DAFTAR PUSTAKA

Haryono, Steve. 2017. “Perkawinan Strategis : Hubungan Keluarga Antara Opsir-Opsir Tionghoa  dan Cabang Atas di Jawa Pada Abad 19 dan 20”. Jakarta : Subur.

https://pasuruankota.go.id/ diakses pada tangga 18 Juni 2020 pukul 10.30 WIB.

https://sman1-pasuruan.sch.id/ diakses pada tanggal 18 Juni 2020 pukul 08.35 WIB.

Raap, J Oliver, Udiani M Christiani (penyunting). 2015. “Kota di Djawa Tempoe Doeloe”. Jakarta :                    Kepustakaan Populer Gramedia.

Tanjung, M Krishna. 2010. “Jejak Gula Warisan Industri Gula di Jawa”. Jakarta:Yayasan Warna Warni.

Wawancara dengan Bapak Yudhi Dharma Santoso, Sie Kerohanian Klenteng Tjoe Tik Kiong, Umur 50 Tahun Warga Kelurahan Pohjentrek Kecamatan Purworejo Kota Pasuruan  pada tanggal 18 November 2019 pukul 09.00 WIB.

Wawancara dengan Sutikno Setyo Nugroho dan Muchtarom (Guru di SMA Negeri 1 Pasuruan),  Warga Purutrejo Kota Pasuruan pada tanggal 22 Juni 2020.

Wawancara dengan Victor Tajana (Mantan Guru di SMAK Soegijaprinata), Warga Perumahan  Pondok Sejati Indah III Kota Pasuruan pada tanggal 7 Juli 2020.

Pustaka Gambar. Koleksi  Victor Tajana repro Erza Syahrul, diakses pada   tanggal 30 Juni 2020.

CV

Nama                                                    : Bagus Amrulloh Eri Pradana, S.Pd

Jenis Kelamin                                      : Laki-laki

Tempat Tgl Lahir                                : Ponorogo, 7 Agustus 1995

Usia                                                      : 24 tahun

Alamat                                                 : Jl Asmorondono 17 Ponorogo

Profesi                                                 : Guru Sejarah

Instansi                                               : SMAN 1 Pasuruan

Alamat Instansi                                 : Jl Ir. Soekarno Hatta 40 Pasuruan

Telp. Instansi                                     : (0343) 421466

Riwayat Pendidikan                         : S1-Pendidikan Sejarah Univ.Negeri Malang